siapa kah ini??
kalau tadi nyimak postingan yang lain pasti bisa terjawab dehh
note : benar dapat pengetahuan,,kalau salah mari coba lagi"
:-)
Rumah adat ini disebut sebagai “Si Baganding Tua” oleh suku Batak, yaitu makhluk seperti ular yang panjangnya sekira dua jengkal. Dahulu nenek moyang orang Batak percaya bahwa nasib mujur dan rezeki yang melimpah dibawa “Si Banganding Tua”.
Rumah adat Batak dihiasi ukiran khas Batak yang disebut gorga. Gorga bagi suku Batak adalah ornamen yang mengandung unsur mistis penolak bala. Biasanya ukiran gorga ditempatkan di dinding rumah bagian luar.
Dahulu sebuah perkampungan suku Batak dibuat dengan menggali tanah membentuk parit mengelilinginya juga ditanami bambu setinggi 3 meter. Bentuk perkampungan itu jadinya lebih menyerupai sebuah benteng untuk melindungi warganya dari serangan suku lain.
Nenek moyang orang suku Batak sendiri berasal dari Tamil India dimana mereka datang abad ke-10 untuk berdagang rempah-rempah ke Pulau Sumatera melalui pelabuhan Barus. Pada abad ke-18 permukiman kuno warga Tamil India ditemukan di Lobu Tua, Barus, diperkirakan perkampunga tersebut sudah berusia lebih dari dua abad. Ada dua prasasti berbahasa Tamil ditemukan di kawasan itu yang menyatakan bahwa tahun 1088 sebanyak 1.500 warga Tamil datang ke Barus untuk berdagang kapur barus dan kemeyan.Kata ‘batak’ sendiri berasal dari kata ‘mamatak hoda’ yang bermakna ‘si penunggang kuda‘, apakah ini ada kaitan dengan pendatang dari Tamil tersebut?
Sebelum Sisingamangaraja XII gugur, ia sempat ditawari untuk diangkat sebagai Sultan atas Tanah Batak oleh Gubernur Belanda Van Daalen. Bahkan Sang Gubernur sendiri berjanji akan menyambut kehadirannya dengan seremonial tembakan meriam 21 kali. Akan tetapi, Sisingamangaraja XII menolaknya bahkan semakin gencar melakukan perlawanan.
Jangan
pernah menyepelekan penyakit lingkup alergi dan imunologi. Seluruh
tubuh merasa nyeri atau sesak napas. Jangan pula merasa tidak terjadi
apa-apa jika tiba-tiba hidung gatal, tersumbat, kulit melepuh serta
akhirnya menimbulkan kematian. Itu semua merupakan bagian kecil dari
gejala penyakit-penyakit alergi dan imunologi.
Jenis
penyakit alergi dan imunologi sangat beragam. Asma merupakan kasus yang
relatif paling sering, diikuti rinitis alergi, dan urtikaria kronik.
Jenis alergi lain yang tak kalah pentingnya adalah reaksi alergi obat.
Sementara dalam bidang imunologi, terdapat penyakit autoimun, khususnya
Lupus Eritematosis Sistemik (LES).
Sementara
dari penyakit imunodefisiensi, salah satunya yang terkenal adalah
penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Dalam artikel ini
juga akan dikemukakan pentingnya imunisasi pada orang dewasa.
Penyakit Alergi
Berikut beberapa penyakit dalam lingkup alergi:
1. Asma Bronkial
Masalah
utama asma adalah sering tak terdiagnosis atau pengobatan tak adekuat.
Pasien mengobati sendiri, pemahaman dan pengetahuan mengenai asma yang
kurang serta beberapa mitos atau salah persepsi mengenai asma.
Tak
jarang dijumpai rasa sesak disangka penyakit jantung, atau batuk-batuk
kronis yang disebabkan penyakit bronkitis atau sukar tidur karena
insomnia. Keluhan batuk mengi atau sesak saja bukan monopoli penyakit
asma. Beberapa penyakit atau keadaan dapat menyerupai asma, seperti
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) bronkitis kronik dan emfisema;
infeksi paru; sinusitis paranasal; tuberkulosis; refluks gastroesofageal
dan penyakit jantung seperti gagal jantung. Diagnosis tepat mengarahkan
pengobatan yang tepat.
Dalam
praktiknya sering dijumpai pasien mengobati dirinya sendiri. Mereka
menggunakan obat semprot pelega (inhaler) untuk mengatasi gejala
asmanya. Dalam jangka panjang, kondisi ini justru akan memperburuk
gejala asma dan akan makin sering mendapat serangan asma.
Hal
yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan penderita obat anti
inflamasi, menghindari faktor pencetus serangan, dan mendapatkan
edukasi. Edukasi bertujuan agar pemahaman dan pengetahuan pasien
mengenai asma dan penyebabnya menjadi lebih baik. Pengetahuan inilah
yang akan mempermudah komunikasi dengan dokter, dan memahami mitos-mitos
yang berkembang di masyarakat.
Beberapa
mitos yang dijumpai di masyarakat, diantaranya, obat semprot berbahaya
untuk jantung, dan hanya dipakai untuk asma yang berat. Pemakaian obat
asma secara teratur akan menyebabkan kecanduan (adiksi). Mitos-mitos itu
tidak benar.
Apakah
asma bisa sembuh? Sejujurnya, tak ada obat yang dapat menyembuhkan
asma. Dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat penderita asma dapat
menjalani hidup dengan normal (pasien harus mematuhi instruksi, dan
kontrol dokter. Ia pun wajib memakai obat pengontrol secara teratur. Jangan pergi ke dokter saat asma menyerang saja).
Mitos lainnya yang juga tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya adalah: mengobati asma jika muncul gejala saja. Asma akan
hilang dengan sendirinya menjelang dewasa. Penderita asma masih boleh
merokok. Stress penyebab asma. Penderita asma tak boleh berolah raga,
dan lain-lain.
Layaknya
penyakit hipertensi, atau diabetes tak dapat disembuhkan, manajemen
penyakit asma saat ini berdasarkan Kontrol Asma. Panduan manajemen asma
internasional berdasarkan Global Initiative for Asthma (GINA)
menekankan pentingnya kontrol asma. Sekali asma terkontrol, kecil
kemungkinan untuk mendapat serangan asma, apalagi sampai memerlukan
perawatan rumah sakit. Meskipun panduan GINA tersebut telah diedarkan
secara luas, kenyataannya, sebagian besar pasien asma belum atau bahkan
tidak terkontrol. Oleh karenanya peran dokter yang mengobati asma sangat
penting dalam memberikan edukasi kepada pasien. Tak hanya itu. Dokter
pun memberikan pengobatan yang profesional sehingga pasien dapat secara
optimal menikmati hidupnya.
2. Rinitis Alergi
Rinitis alergi merupakan salah satu bentuk rinitis yang mekanismenya secara umum melalui sistem imun, atau
IgE secara khusus. Prevalensinya berkisar antara 10-15% dari
masyarakat. Penderitanya pun beragam, mulai dari usia anak hingga
dewasa. Gejalanya dapat berupa rinorea, hidung gatal, bersin dan hidung
tersumbat. Terkadang disertai rasa gatal di mata. Akibatnya, mengganggu
kualitas hidup penderitanya. Seperti, gangguan tidur, gangguan
aktivitas, hingga absen dari sekolah atau pekerjaan. Berdasarkan lama
dan seringnya gejala rinitis dapat diklasifikasikan sebagai rinitis
alergi intermiten atau persisten. Dikatakan rinitis intermiten bila
gejala berlangsung kurang dari empat hari per minggu dan lamanya kurang
dari empat minggu. Sedangkan rinitis persisten gejala berlangsung lebih
dari empat hari/ minggu dan lamanya lebih dari empat minggu. Derajatnya
dikatakan sedang atau berat bila gejalanya menggangu kualitas hidup
penderitanya. Yang perlu diwaspadai adalah komplikasi terjadinya
sinusitis, polip hidung, dan gangguan pendengaran.
Rinitis
alergi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya asma. Sering
pasien baru datang ke dokter jika telah terjadi komplikasi. Dengan
pengobatan yang baik, gejala rinitis dapat terkontrol. Sehingga kualitas
hidup penderitanya meningkat kembali dan menjalani hidup layaknya orang
normal.
3. Alergi Obat
Seiring
pertumbuhan obat-obat baru untuk tujuan diagnosis, terapi, dan
pencegahan penyakit maka terjadinya reaksi simpang obat pun meningkat.
Reaksi simpang obat didefinisikan sebagai respons yang tidak diinginkan
pada pemberian obat dalam dosis terapi, diagnosis, dan profilaksis.
Reaksi alergi obat adalah reaksi simpang obat yang mekanismenya melalui
reaksi imunologis. Kejadian reaksi alergi obat diperkirakan 6-10% dari
reaksi simpang obat. Dalam praktek tidak mudah menentukan sistem imun
terlibat. Banyak kejadian yang gejalanya mirip atau serupa dengan gejala
alergi, tetapi mekanismenya bukan alergi seperti sesak napas atau
angioderma karena aspirin atau anti inflamasi non steroid (AINS), maka
diperkenalkan istilah hipersensitivitas obat.
Alergi
obat perlu dipahami oleh tenaga kesehatan, khususnya yang berkaitan
dengan pemberian obat. Hal ini terkait dengan masalah mediko-legal,
terutama bila kejadiannya dianggap merugikan pasien, sehingga pasien
atau keluarganya dapat menuntut dokter, petugas kesehatan lain atau
rumah sakit.
Gejala
alergi obat sangat bervariasi. Gejala paling sering adalah gejala
kulit, mulai dari eritema, urtikaria, pruritus, angioedema, vesikula,
bula hingga kulit melepuh. Gejala lain yang lebih jarang, misalnya sesak
nafas, pusing hingga pingsan, seperti pada anafilaksis. Dapat juga
terjadi anemia, gangguan fungsi hati atau ginjal.
Komplikasi
alergi obat yang paling berbahaya adalah anafilaksis, disusul dengan
Steven Johnson Syndrome, nekrosis epidermal toksik, dan Drug Rash
Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS).
Klinik
Alergi RS Medistra memberikan pelayanan penyuluhan bagi pasien untuk
menghindari terjadinya reaksi alergi obat di masa mendatang, mengobati
reaksi alergi obat yang terjadi, dan uji diagnosis alergi obat.
Tes
Kulit. Sebenarnya hanya sedikit jenis obat yang dapat dipakai untuk tes
kulit. Hal ini dikarenakan obat setelah masuk ke dalam tubuh akan
mengalami metabolisme. Hasil metabolisme atau metabolit umumnya belum
diketahui kecuali penisilin. Selanjutnya metabolit akan berikatan
dengan protein tubuh, untuk kemudian menimbulkan reaksi alergi.
Tes
kulit obat-obat lainnya belum pernah divalidasi, sehingga hasilnya
kurang dapat dipercaya. Sebagai contoh, hasil tes kulit terhadap
cefalosporin negatif tetapi sewaktu diberikan, pasien mengalami
anafilaksis. Ada dua jenis tes kulit untuk alergi obat, yaitu tes tusuk,
dan intra kutan untuk reaksi alergi obat fase cepat dan tes tempel
untuk reaksi alergi obat fase lambat. Tetapi kembali lagi kedua tes di
atas tidak dapat dipercaya sepenuhnya.
Tes
Provokasi Obat. Tes ini merupakan baku emas untuk menentukan adanya
reaksi alergi obat. Karena dapat menyebabkan reaksi yang serius, tes ini
hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ahli dalam bidang ini dan
dilakukan di rumah sakit.
Tes
Laboratorium. Sampai sejauh ini baru dalam tahap penelitian dan hanya
terhadap obat yang terbatas. Seperti halnya tes lain, tes invitro ini
lebih spesifik tetapi tidak sensitif. Sehingga banyak negatif palsu.
Yang paling penting dalam reaksi alergi obat adalah pencegahan. Jadi
dalam memberikan obat indikasi pemberian harus tepat, kemudian
dipastikan tidak pernah mengalami reaksi alergi obat yang akan
diberikan. Selanjutnya selalu waspada dan siap bertindak bila terjadi
alergi obat.
4. Urtikaria dan Angioderma
Urtikaria
ditandai kelainan kulit berupa bentol, kemerahan, dan gatal. Dikatakan
urtikaria akut jika gejala berlangsung kurang dari enam minggu dan
sebabnya jelas. Sedangkan urtikaria kronik jika gejala berlangsung lebih
dari enam minggu, bahkan bisa sampai 20 tahun. Umumnya pasien yang
datang ke poli alergi adalah urtikaria kronik.
Umumnya
pasien telah lama berobat ke berbagai dokter baik umum maupun
spesialis, sehingga pasien merasa jengkel karena urtikarianya tidak
sembuh-sembuh. Sebagian besar urtikaria kronik penyebabnya tidak
diketahui sehingga pengobatan bisa berlangsung lama. Bila sebabnya
diketahui, mungkin gejalanya dapat dihilangkan. Angioderma menyerupai
urtikaria, tetapi mengenai jaringan kulit yang lebih dalam. Gejala
sering tidak gatal tetapi terasa sakit. Umumnya mengenai mukosa mata,
bibir atau kemaluan. Bila mengenai daerah trakea atau bronkus, seperti
pada reaksi anafilaksis dapat membahayakan nyawa pasien.
5. Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
LES
merupakan salah satu penyakit autoimun. Karena bersifat sistemik,
auto-antibodi menyerang beberapa organ, baik secara bersamaan atau
berurutan. Radang sendi merupakan gejala yang tersering, tetapi demam
yang berkepanjangan juga merupakan salah satu gejala lupus. Gejala
seperti kemerahan di wajah, sariawan, anemia, lekopeni atau
trambositopeni merupakan petunjuk ke arah LES. Proteinuria dan hematuria
sampai kepada efusi pleura atau perikard tidak jarang dijumpai.
Kelainan neorologi atau psikitrik dapat disebabkan LES. Makin dini
diagnosis, dan makin cepat diobati, diharapkan komplikasi yang serius
dapat dihindari.
6. Penyakit Imunodefisiensi
Penyakit
imunodefisiensi bisa didapat sejak lahir, atau setelah dewasa. Berbagai
penyakit atau keadaan seperti pemakaian obat dapat menyebabkan
imunodefisiensi. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan
salah satu penyebab imunodefisiensi yang dikenal dengan AIDS. Umumnya
pasien datang dalam keadaan sudah lanjut karena infeksi oportunistik,
padahal semakin awal penyakit diketahui dan diobati semakin baik
prognosisnya. Penyakit-penyakit kronis lainnya seperti diabetes
mellitus, gagal ginjal kronis, sirosis hati, dan PPOK dapat menurunkan
daya tahan tubuh. Oleh karena itu, meningkatkan daya tahan tubuh sangat diperlukan, agar terhindar dari bahaya penyakit infeksi.
Imunisasi Dewasa
Imunisasi
merupakan salah satu cara pencegahan penyakit yang paling efektif,
contohnya penyakit cacar (variola) telah lama hilang dari muka bumi,
sedangkan kasus-kasus polio dalam beberapa tahun terakhir tidak pernah
dijumpai lagi. Program imunisasi selama ini diwajibkan untuk anak, dan
hasilnya sangat memuaskan.
Pertanyaan
mengapa orang dewasa memerlukan vaksinasi, jawabannya adalah imunisasi
dapat menurunkan kejadian sakit, perawatan rumah sakit atau meninggal
dunia karena penyakit-penyakit infeksi. Pemberian vaksin influenza pada
orang dewasa usia < 65 tahun menurunkan insidensi influenza sebesar
70-90%, pada orang usia lanjut menyebabkan penurunan insidensi kasus
influenza 30-40%, perawatan rumah sakit 50-60% dan penurunan angka
kematian sebesar 70-100%. Vaksin pneumokok efektivitasnya sekitar
60-64%, hepatitis B 80-95%, dan MMR 90-95%.
Keberhasilan imunisasi menyebabkan biaya pengobatan dan perawatan rumah sakit menjadi lebih hemat. Peranan imunisasi sama
pentingnya dengan olahraga dan diet dalam menjaga kesehatan tetapi
sering dilupakan. Jenis vaksin yang di rekomendasikan orang dewasa
antara lain influenza, pneumokok (infeksi paru), varicella, human
papiloma virus (untuk mencegah kanker leher rahim), hepatitis A & B,
dan Measles, Mumps and Rubella (MMR), serta tetanus, difteri & pertusis (TDaP).
Siapa
saja yang perlu mendapat imunisasi? Tentu saja imunisasi
direkomendasikan kepada semua orang dewasa, tetapi khususnya kepada
orang-orang yang berisiko seperti orang-orang lanjut usia, pasien
imunodefisiensi, penyakit paru kronis, penyakit jantung, diabetes dan
penyakit ginjal kronis. Meskipun telah banyak manfaat imunisasi
disampaikan, ternyata hanya sedikit orang yang menyadarinya, apalagi
melakukannya. Demikianlah ulasan selayang pandang tentang layanan pada
Klinik Asma, Alergi, dan Imunologi di RS Medistra, semoga dapat menambah
wawasan pembaca.
|